Cari MukaARTIKEL

Feb 01, 2008 01:49 oleh Admin
"Tuh .. kelompok pencari muka ..", ujar seorang teman di sebuah resepsi pernikahan, dengan muka dan pandangan dilempar ke arah sekelompok pejabat di sebuah perusahaan yang mengelilingi seorang petinggi di perusahaan itu. Setiap ada pendatang baru di kelompok itu, terlebih dahulu menyalami sang petinggi sambil badan menunduk, wajah tersenyum lebar, bahkan saya lihat ada yang 'hampir' mencium tangan sang petinggi itu.
 
Tampaknya kata 'pencari muka' bagi teman saya tadi bukanlah kata yang memiliki cita rasa positif. Saya tidak tahu apakah teman saya sinis dengan kelompok petinggi itu karena dia tidak bisa 'masuk' ke kelompok itu alias sirik, atau karena di melakukan generalisasi atas kelakuan satu dua orang di kelompok itu yang cium tangan. Melihat konteks siapa yang terlibat dan forum terjadinya 'cium tangan', maka saya juga sependapat mencium tangan sang petinggi di depan umum tadi memang kurang pantas.
 
Namun begitu, saya juga maklum kalau teman saya mengatakan begitu. Karena tidak jauh dari tempat berdirinya Sang Petinggi, berdiri juga mantan petinggi yang sekian tahun lalu ia menempati posisi yang sama dengan Sang Petinggi. Ia juga pernah dikerubuti seperti Sang Petinggi. Kali ini ia hanya didampingi oleh seseorang yang bercakap-cakap dengannya.
 
Saya tidak ingin menilai apa-apa terhadap para pengerubut Sang Petinggi. Itu berarti saya mengadili mereka menurut undang-undang saya sendiri. Lagipula, kalau mereka melakukan itu so what ? Mereka sedang mempertontonkan jatidiri mereka sendiri di ranah publik. Setidaknya fenomena itu memberi pelajaran bahwa ketika suatu saat saya jadi Sang Petinggi, ingatlah bahwa jabatan saya bukan kepemilikan yang kekal. Apalagi ada pembandingnya, yaitu Mantan Petinggi. Jadi kalau dikerubuti orang tidak usah ge-er.
 
Bagi saya, pemandangan tadi wajar-wajar saja di dunia bisnis. Cari muka bukanlah hal buruk. Ia netral-netral saja. Menjadi baik jika cari muka lahir dari niat untuk menjalin silaturahmi. Kata Tuhan, silaturahmi memperpanjang umur dan rejeki. Ini tentu antitesis dari teori motivasi Abraham Maslow, dimana seseorang melewati piramida kebutuhan, mulai dari kebutuhan fisiologis (rejeki ada di sini), lantas kebutuhan keamanan, baru kebutuhan sosial (silaturahmi ada di sini), dan seterusnya. Artinya menurut Maslow, seseorang baru bersilaturahmi (social needs) setelah memenuhi kebutuhan fisiologis. Ini kan berbeda dengan teori Tuhan bahwa setelah silaturahmi, maka rejeki akan datang. (Belakangan menurut sebuah buku, di akhir hayatnya, Maslow mengoreksi sendiri teorinya, dimana seharusnya piramidanya terbalik). 
 
Cari muka yang protagonis ini, akan berbeda dengan cari muka yang antagonis, meskipun tampakan luarnya bisa sama. Cari muka protagonis berangkat dari mindset 'kaya'. Paradigmanya memberi. Ia menundukkan badan, meraih tangan Sang Petinggi, bersalaman dengan mantap, senyum tulus, mengirimkan suatu 'cinta' dan 'salam' kepada Sang Petinggi, memandang Sang Petinggi sebagai human being, berbagi waktu dengan tamu lainnya. Cari muka antagonis berangkat dari mindset 'miskin'. Paradigmanya meminta/mengemis. Ia menundukkan badan bahkan mencium tangan, senyum mengumpan, mengirimkan suatu 'harapan' bisa diperhatikan terus oleh Sang Petinggi, memandang Sang Petinggi sebagai human doing, dan ingin berlama-lama dengan Sang Petinggi layaknya pacar yang posesif.
 
Sekali lagi, ini 'undang-undang' di peta pikiran saya sendiri yang akan saya berlakukan buat diri sendiri. Siapa yang tahu ketika seseorang yang mencium tangan Sang Petinggi, adalah ekspresi penghormatan dan pemuliaan bagi Sang Petinggi, yang lahir dari paradigma memberi ? Who knows ?. By the way, teman saya yang komentar barusan tidak tahu, bahwa lima menit yang lalu saya juga menyalami sang petinggi dan 'parkir' sejenak di kelompok itu.
 
Nah, kalau yang satu ini dampak dari risiko jabatan. Teman saya yang lain - Mas Riyaji - dulu waktu bekerja di Bagian Hubungan Masyarakat sering dikatain 'pencari muka'. Kebetulan dia adalah fotografer yang kerjanya memang mencari muka-muka orang untuk difoto ...***