Dari kepala turun ke kakiARTIKEL

Dec 07, 2007 05:33 oleh Admin

Satu lagi pengalaman yang memperkuat keyakinan saya bahwa gangguan fisik seringkali disebabkan oleh pikiran sendiri. Suatu sore saya ditelpon oleh staf saya dari sebuah hotel tempat training berlangsung. Katanya, salah seorang peserta tiba-tiba jatuh, menangis, histeris, dan sekarang ada di kamar. Kebetulan malam harinya memang jadwal saya mengajar di program training tersebut. Sesampainya di kamar, saya lihat dia sudah dikelilingi teman-temannya dan staf saya. Nafasnya tersengal, tubuhnya seperti kaku, matanya tidak fokus. Sepintas, mirip orang kesurupan karena sambil 'mengigau'. Malah saya sempat mendengar seloroh, jangan-jangan dia kesambet 'penunggu' areal outbound waktu hari Minggu kemarin.

Saya pegang tangannya untuk memberi sentuhan yang langsung masuk ke amigdala (belakangan setelah saya mengamati cara dia bicara setelah 'normal' dan uji sugestibilitas tersamar, saya menyimpulkan peserta ini termasuk kelompok kinestetik dan sangat sugestible, sehingga sentuhan memang memperkuat induksi dan sugesti yang saya berikan).

Ketika saya tanya apa yang dirasakan, dia mengatakan sesak nafas dan kedua kakinya tidak bisa digerakkan. Semula saya khawatir dia terkena serangan jantung atau sebangsanya. Begitu saya pegang kepalanya, dia langsung melontarkan satu kalimat yang menunjukkan sebuah pengakuan yang sangat pribadi. Segera saja seluruh orang yang ada di kamar itu saya minta keluar dulu. Setelah dia mengeluarkan seluruh ceritanya, saya berkesimpulan dia mengalami stress akut akibat kondisi ideal yang dia inginkan sebagai bentuk penyadaran dan keinsyafan selama proses pendidikan, dibandingkan dengan fakta konsep dirinya saat ini yang dia namakan 'penuh dengan kesalahan'.

Saya tidak ingin membahas persoalan psikis yang dialaminya. Singkat cerita, saya lalu ingin mengembalikan kondisi fisiknya dulu. Setidaknya menghilangkan gejala fisik. Saya lalu menginduksinya dan melakukan deepening agar dia rileks lebih dalam. Setelah 'sampai', saya memberi sugesti sesuai dengan keinginannya yang tersirat. Yang menarik adalah ketika saya terminasi proses ini dengan menghitung naik 1 sampai 10. Pada hitungan ke-4, saya katakan : "anda mampu mengangkat kaki anda. Sekarang silakan angkat kaki kanan anda". Tiba-tiba dia mengangkat kaki kanannya. Lalu saya persilakan diturunkan dan diteruskan dengan kaki kirinya. Selesai seluruh proses terminasi, dia langsung duduk, lalu berdiri dengan wajah lebih segar.

Memang perkembangan kondisi psikis dia sampai sekarang masih saya ikuti. Namun apa yang terjadi ketika di kamar dia tidak bisa menggerakkan kakinya ?. Yak! Dia sedang trance dengan imajinasi dia mengenai kecemasan-kecemasan dan rasa bersalahnya, sehingga dia percaya pada pikirannya yang mengatakan kakinya tidak bisa digerakkan. Nyatanya, setelah pikirannya digiring ke arah lain -- yaitu kakinya bisa digerakkan -- dia bisa menggerakkan kakinya.

Tentu ini sangat kasuistik, karena dalam kasus lain bisa saja yang terjadi memang gangguan fisiologis. Tapi tetap perlu dicoba untuk mengolah pikiran terlebih dulu sebelum lari ke fisik. So, hati-hati jika anda bangun pagi, merasa badan 'hancur' dan 'berat', lalu anda pikiran anda mengatakan bahwa anda sedang sakit. Anda bisa sakit beneran lho ... Jangan-jangan karena hari itu di bawah sadar anda ada kecemasan atau ketakutan karena pekerjaan anda belum beres dan takut dimarahi boss, atau karena memang anda sedang kehilangan makna pekerjaan anda sehingga tidak tahu hari itu anda mau mengerjakan apa, atau anda sedang jadi bahan omongan orang sekantor ...***